Setiap hari
kita memerlukan makanan untuk mendapatkan energi (karbohidrat dan lemak) dan
untuk pertumbuhan sel-sel baru, menggantikan sel-sel yang rusak (protein).
Selain itu, kita juga memerlukan makanan sebagai sumber zat penunjang dan
pengatur proses dalam tubuh, yaitu vitamin, mineral, dan air.
Sehat tidaknya
suatu makanan tidak bergantung pada ukuran, bentuk, warna, kelezatan, aroma,
atau kesegarannya, tetapi bergantung pada kandungan zat yang diperlukan oleh
tubuh. Suatu makanan dikatakan sehat apabila mengandung satu macam atau lebih
zat yang diperlukan oleh tubuh. Setiap hari, kita perlu mengonsumsi makanan
yang beragam agar semua jenis zat yang diperlukan oleh tubuh terpenuhi. Hal ini
dikarenakan belum tentu satu jenis makanan mengandung semua jenis zat yang
diperlukan oleh tubuh setiap hari.
Supaya orang
tertarik untuk memakan suatu makanan, seringkali kita perlu menambahkan
bahan-bahan tambahan ke dalam makanan yang kita olah. Bisa kita perkirakan
bahwa seseorang tentu tidak akan punya selera untuk memakan sayur sop yang
tidak digarami atau bubur kacang hijau yang tidak memakai gula. Dalam hal ini,
garam dan gula termasuk bahan tambahan. Keduanya termasuk jenis zat aditif
makanan. Zat aditif bukan hanya garam dan gula saja, tetapi masih banyak
bahan-bahan kimia lain..
Zat aditif
makanan ditambahkan dan dicampurkan pada waktu pengolahan makanan untuk
memperbaiki tampilan makanan, meningkatkan cita rasa, memperkaya kandungan
gizi, menjaga makanan agar tidak cepat busuk, dan lain.
Bahan yang
tergolong ke dalam zat aditif makanan harus dapat:
1.
Memperbaiki kualitas atau gizi
makanan.
2.
Membuat makanan tampak lebih
menarik.
3.
Meningkatkan cita rasa makanan
4.
Membuat makanan menjadi lebih
tahan lama atau tidak cepat basi atau busk.
Zat-zat aditif
tidak hanya zat-zat yang secara sengaja ditambahkan pada saat proses pengolahan
makanan berlangsung, tetapi juga termasuk zat-zat yang masuk tanpa sengaja dan
bercampur dengan makanan. Masuknya zat-zat aditif ini mungkin terjadi saat
pengolahan, pengemasan, atau sudah terbawa oleh bahan-bahan kimia yang dipakai.
Zat aditif makanan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
1.
Zat aditif yang berasal dari
sumber alami, seperti lesitin dan asam sitrat;
2.
zat aditif sintetik dari bahan
kimia yang memiliki sifat serupa dengan bahan alami yang sejenis, baik susunan
kimia maupun sifat/fungsinya, seperti amil asetat dan asam askorbat.
Berdasarkan
fungsinya, baik alami maupun sintetik, zat aditif dapat dikelompokkan sebagai
zat pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa. Zat aditif dalam produk
makanan biasanya dicantumkan pada kemasannya.
1.
Zat Pewarna
Pemberian warna
pada makanan umumnya bertujuan agar makanan terlihat lebih segar dan menarik
sehingga menimbulkan selera orang untuk memakannya. Zat pewarna yang biasa
digunakan sebagai zat aditif pada makanan adalah:
a.
Zat pewarna alami, dibuat dari
ekstrak bagian-bagian tumbuhan tertentu, misalnya warna hijau dari daun pandan
atau daun suji, warna kuning dari kunyit, warna cokelat dari buah cokelat,
warna merah dari daun jati, dan warna kuning merah dari wortel. Karena jumlah
pilihan warna dari zat pewarna alami terbatas maka dilakukan upaya menyintesis
zat pewarna yang cocok untuk makanan dari bahan-bahan kimia.
b.
Zat pewarna sintetik, dibuat
dari bahan-bahan kimia.
Dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna sintetik memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki pilihan warna yang lebih banyak, mudah disimpan, dan lebih tahan lama.
Dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna sintetik memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki pilihan warna yang lebih banyak, mudah disimpan, dan lebih tahan lama.
Beberapa zat
pewarna sintetik bisa saja memberikan warna yang sama, namun belum tentu semua
zat pewarna tersebut cocok dipakai sebagai zat aditif pada makanan dan minuman.
Perlu diketahui bahwa zat pewarna sintetik yang bukan untuk makanan dan minuman
(pewarna tekstil) dapat membahayakan kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh
karena bersifat karsinogen (penyebab penyakit kanker). Oleh karena itu, kamu
harus berhati-hati ketika membeli makanan atau minuman yang memakai zat warna.
Kamu harus yakin dahulu bahwa zat pewarna yang dipakai sebagai zat aditif pada
makanan atau minuman tersebut adalah memang benar-benar pewarna makanan dan
minuman.
Berdasarkan
sifat kelarutannya, zat pewarna makanan dikelompokkan menjadi dye dan lake. Dye
merupakan zat pewarna makanan yang umumnya bersifat larut dalam air. Dye
biasanya dijual di pasaran dalam bentuk serbuk, butiran, pasta atau cairan.
Lake merupakan gabungan antara zat warna dye dan basa yang dilapisi oleh suatu
zat tertentu. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka zat warna
kelompok ini cocok untuk mewarnai produkproduk yang tidak boleh terkena air
atau produk yang mengandung lemak dan minyak.
2.
Zat Pemanis
Zat pemanis
berfungsi untuk menambah rasa manis padamakanan dan minuman. Zat pemanis dapat
dikelompokkanmenjadi dua, yaitu:
a.
Zat pemanis alami. Pemanis ini
dapat diperoleh dari tumbuhan, seperti kelapa, tebu, dan aren. Selain itu, zat
pemanis alami dapat pula diperoleh dari buahbuahan dan madu. Zat pemanis alami
berfungsi juga sebagai sumber energi. Jika kita mengonsumsi pemanis alami
secara berlebihan, kita akan mengalami risiko kegemukan. Orang-orang yang sudah
gemuk badannya sebaiknya menghindari makanan atau minuman yang mengandung
pemanis alami terlalu tinggi.
b.
Zat pemanis buatan atau
sintetik. Pemanis buatan tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia sehingga tidak
berfungsi sebagai sumber energi. Oleh karena itu, orangorang yang memiliki
penyakit kencing manis (diabetes melitus) biasanya mengonsumsi pemanis sintetik
sebagai pengganti pemanis alami. Contoh pemanis sintetik, yaitu sakarin,
natrium siklamat, magnesium siklamat, kalsium siklamat, aspartam dan dulsin.
Pemanis buatan memiliki tingkat kemanisan yang lebih tinggi dibandingkan
pemanis alami. Garamgaram siklamat memiliki kemanisan 30 kali lebih tinggi
dibandingkan kemanisan sukrosa. Namun, kemanisan garam natrium dan kalsium dari
sakarin memiliki kemanisan 800 kali dibandingkan dengan kemanisan sukrosa 10%.
Walaupun
pemanis buatan memiliki kelebihan dibandingkan pemanis alami, kita perlu
menghindari konsumsi yang berlebihan karena dapat memberikan efek samping bagi
kesehatan. Misalnya, penggunaan sakarin yang berlebihan selain akan menyebabkan
rasa makanan terasa pahit juga merangsang terjadinya tumor pada bagian kandung
kemih. Contoh lain, garam-garam siklamat pada proses metabolisme dalam tubuh
dapat menghasilkan senyawa sikloheksamina yang bersifat karsinogenik (senyawa
yang dapat menimbulkan penyakit kanker). Garam siklamat juga dapat memberikan
efek samping berupa gangguan pada sistem pencernaan terutama pada pembentukan
zat dalam sel.
3.
Zat Pengawet
Ada sejumlah
cara menjaga agar makanan dan minuman tetap layak untuk dimakan atau diminum
walaupun sudah tersimpan lama. Salah satu upaya tersebut adalah dengan cara
menambahkan zat aditif kelompok pengawet (zat pengawet) ke dalam makanan dan
minuman.
Zat pengawet
adalah zat - zat yang sengaja ditambahkan pada bahan makanan dan minuman agar
makanan dan minuman tersebut tetap segar, bau dan rasanya tidak berubah, atau
melindungi makanan dari kerusakan akibat membusuk atau terkena bakteri/ jamur.
Karena penambahan zat aditif, berbagai makanan dan minuman masih dapat
dikonsumsi sampai jangka waktu tertentu, mungkin seminggu, sebulan, setahun,
atau bahkan beberapa tahun. Dalam makanan atau minuman yang dikemas dan dijual
di toko-toko atau supermarket biasanya tercantum tanggal kadaluarsanya, tanggal
yang menunjukkan sampai kapan makanan atau minuman tersebut masih dapat
dikonsumsi tanpa membahayakan kesehatan.
Seperti halnya
zat pewarna dan pemanis, zat pengawet dapat dikelompokkan menjadi zat pengawet
alami dan zat pengawet buatan.
a.
Zat pengawet alami berasal dari
alam, contohnya gula (sukrosa) yang dapat dipakai untuk mengawetkan buah-buahan
(manisan) dan garam dapur yang dapat digunakan untuk mengawetkan ikan.
b.
Zat pengawet sintetik atau
buatan merupakan hasil sintesis dari bahan-bahan kimia. Contohnya, asam cuka
dapat dipakai sebagai pengawet acar dan natrium propionat atau kalsium
propionat dipakai untuk mengawetkan roti dan kue kering. Garam natrium benzoat,
asam sitrat, dan asam tartrat juga biasa dipakai untuk mengawetkan makanan.
Selain zat-zat tersebut, ada juga zat pengawet lain, yaitu natrium nitrat atau
sendawa (NaNO3) yang berfungsi untuk menjaga agar tampilan daging tetap merah.
Asam fosfat yang biasa ditambahkan pada beberapa minuman penyegar juga termasuk
zat pengawet.
Selain pengawet yang aman untuk dikonsumsi, juga terdapat pengawet
yang tidak boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan. Zat pengawet yang
dimaksud, di antaranya formalin yang biasa dipakai untuk mengawetkan
benda-benda, seperti mayat atau binatang yang sudah mati. Pemakaian pengawet
formalin untuk mengawetkan makanan, seperti bakso, ikan asin, tahu, dan makanan
jenis lainnya dapat menimbulkan risiko kesehatan.
Selain formalin, ada juga pengawet yang tidak boleh dipergunakan untuk
mengawetkan makanan. Pengawet yang dimaksud adalah pengawet boraks. Pengawet
ini bersifat desinfektan atau efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba
penyebab membusuknya makanan serta dapat memperbaiki tekstur makanan sehingga
lebih kenyal. Boraks hanya boleh dipergunakan untuk industri nonpangan, seperti
dalam pembuatan gelas, industri kertas, pengawet kayu, dan keramik. Jika boraks
termakan dalam kadar tertentu, dapat menimbulkan sejumlah efek samping bagi
kesehatan, di antaranya:
a. Gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, dan kulit;
b. Gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat;
c. Terjadinya komplikasi pada otak dan hati; dan
d. Menyebabkan kematian jika ginjal mengandung boraks sebanyak 3–6 gram.
a. Gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, dan kulit;
b. Gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat;
c. Terjadinya komplikasi pada otak dan hati; dan
d. Menyebabkan kematian jika ginjal mengandung boraks sebanyak 3–6 gram.
Walaupun tersedia zat pengawet sintetik yang digunakan sebagai zat
aditif makanan, di negara maju banyak orang enggan mengonsumsi makanan yang
memakai pengawet sintetik. Hal ini telah mendorong perkembangan ilmu dan
teknologi pengawetan makanan dan minuman tanpa penambahan zat-zat kimia,
misalnya dengan menggunakan sinar ultra violet (UV), ozon, atau pemanasan pada
suhu yang sangat tinggi dalam waktu singkat sehingga makanan dapat disterilkan
tanpa merusak kualitas makanan.
4.
Zat Penyedap Cita Rasa
Di Indonesia
terdapat begitu banyak ragam rempah - rempah yang dipakai untuk meningkatkan
cita rasa makanan, seperti cengkeh, pala, merica, ketumbar, cabai, laos,
kunyit, bawang, dan masih banyak lagi yang lain. Melimpahnya ragam
rempah-rempah ini merupakan salah satu sebab yang mendorong penjajah Belanda
dan Portugis tempo dulu ingin menguasai Indonesia. Jika rempah-rempah dicampur
dengan makanan saat diolah, dapat menimbulkan cita rasa tertentu pada makanan.
Selain zat
penyedap cita rasa yang berasal dari alam, ada pula yang berasal dari hasil sintesis
bahan kimia. Berikut ini beberapa contoh zat penyedap cita rasa hasil sintesis:
a. oktil
asetat, makanan akan terasa dan beraroma seperti buah jeruk jika dicampur dengan
zat penyedap ini;
b. etil butirat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah nanas pada makanan;
c. amil asetat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah pisang;
d. amil valerat, jika makanan diberi zat penyedap ini maka akan terasa dan beraroma seperti buah apel.
b. etil butirat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah nanas pada makanan;
c. amil asetat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah pisang;
d. amil valerat, jika makanan diberi zat penyedap ini maka akan terasa dan beraroma seperti buah apel.
Selain zat
penyedap rasa dan aroma, seperti yang sudah disebutkan di atas, terdapat pula
zat penyedap rasa yang penggunaannya meluas dalam berbagai jenis masakan, yaitu
penyedap rasa monosodium glutamat (MSG). Zat ini tidak berasa, tetapi jika
sudah ditambahkan pada makanan maka akan menghasilkan rasa yang sedap.
Penggunaan MSG yang berlebihan telah menyebabkan “Chinese restaurant syndrome”
yaitu suatu gangguan kesehatan di mana kepala terasa pusing dan berdenyut. Bagi
yang menyukai zat penyedap ini tak perlu khawatir dulu. Kecurigaan ini masih
bersifat pro dan kontra. Bagi yang mencoba menghindari untuk mengonsumsinya,
sudah tersedia sejumlah merk makanan yang mencantumkan label “tidak mengandung
MSG” dalam kemasannya.
Seringkali
suatu zat aditif, khususnya yang bersifat alami memiliki lebih dari satu
fungsi. Contohnya, gula alami biasa dipakai sebagai zat aditif pada pembuatan
daging dendeng. Gula alami tersebut tidak hanya berfungsi sebagai pemanis,
tetapi juga berfungsi sebagai pengawet. Contoh lain adalah daun pandan yang
dapat berfungsi sebagai pemberi warna pada makanan sekaligus memberikan rasa
dan aroma khas pada makanan.
Untuk
penggunaan zat-zat aditif alami, umumnya tidak terdapat batasan mengenai jumlah
yang boleh dikonsumsi perharinya. Untuk zat-zat aditif sintetik, terdapat
aturan penggunaannya yang telah ditetapkan sesuai Acceptable Daily Intake (ADI)
atau jumlah konsumsi zat aditif selama sehari yang diperbolehkan dan aman bagi
kesehatan. Jika kita mengonsumsinya melebihi ambang batas maka dapat
menimbulkan risiko bagi kesehatan. Jika kita mengidentifikasi zat aditif yang
dipakai dalam makanan/minuman, lihatlah kemasan pada makanan/minuman tersebut.
Prosedur
Analisis Zat Aditif
1.
Analisis Zat Warna Pada
Bahan Makanan
A. Tujuan
:
·
Siswa dapat menentukan jenis zat warna dalam bahan makanan.
·
Siswa dapat mengidentifikasi zat warna dalam makanan yang
layak konsumsi dan yang berbahaya untuk dikonsumsi.
B. Prinsip
:
Analisa
zat warna sintetik dapat dilakukan dengan metoda sederhana salah satunya dengan
alat kromatografi kertas, dengan peralatan yang sederhana pula seperti gelas,
air, dan kertas saring. Sehingga tidak diperlukannya adanya pelarut ataupun
memerlukan tersedianya peralatan khusus. Keuntungan analisis sederhana ini
adalah cara analisisnya tidak memerlukan ketersediaan zat pewarna-pewarna
standar apapun.
C. Alat dan Bahan
:
1. Alat
:
·
Kertas Kromatografi
·
Gelas Kimia 200 ml
·
Benang
2. Bahan
:
·
Sampel yang mengandung zat warna
·
Pelarut (air)
D. Prosedur
Kerja
:
·
Larutkan sampel zat warna ke dalam air, sehingga didapat
konsentrasi 1 gr/L
·
Teteskan larutan tersebut pada ujung kertas ± 2 cm dari
ujung kertas saring yang berukuran 10 x 2,5 cm
·
Masukkan kertas kromatografi ke dalam gelas kimia 200 ml
yang telah diisi air secukupnya (diletakkan 1 – 1,5 cm dari dasar gelas kimia
tersebut)
·
Angkat kertas kromatografi dan keringkan di udara
·
Amati warna yang terbentuk pada rembesan
kertas
2.
Analisis Zat Pengawet
Pada Makanan
A. Tujuan
:
·
Siswa dapat mengidentifikasi jenis zat pengawet pada bahan
makanan.
·
Siswa dapat menentukan jenis zat pengawet pada bahan
makanan.
B. Prinsip
:
·
Asam Benzoat atau Asam Salisilat
Asam Benzoat dalam sampel dipisahkan
dengan diekstraksi menggunakan pelarut tertentu dalam suasana asam. Filtrat
yang mengandung Asam Benzoat diuapkan dan dilarutkan, kemudian direaksikan
dengan FeCl3 sehingga menimbulkan hasil yang khas (endapan berwarna
merah).
·
Asam Borat
Sampel yang diasamkan menciptakan
hasil yang khas dengan turmerik yaitu noda berwarna merah hasil reaksi turmerik
dengan asam borat.
C. Alat dan Bahan
:
1. Alat
:
·
Botol
semprot
·
Batang pengaduk
·
Labu ekstraksi
·
Corong
·
Gelas kimia 250 ml
·
Gelas ukur 10 ml
2. Bahan
:
·
n-hexana atau
eter
·
FeCl3 5 %
·
Kertas Turmerik
·
NH4OH 2 N
·
HCl 6 N
·
Aquadest
·
Kertas saring
D. Cara Kerja :
1. Asam Benzoat atau Asam Salisilat
·
Larutkan 1 gr sampel dalam 10 ml aquadest kemudian asamkan
dengan beberapa tetes HCl 6 N
·
Ekstraksi dua kali dengan 5 mL petroleum n-hexana
atau eter kemudian saring, lalu uapkan filtrat
·
Tambahkan air pada residu, kemudian tambahkan 2 mL larutan
FeCl3 5% netral sampai terjadi endapan berwarna merah
2. Asam Borat
·
Larutkan 1 gr sampel dalam 10 ml aquadest kemudian asamkan
dengan beberapa tetes HCl 6 N
·
Saring, lalu celupkan kertas turmeric pada filtrate
·
Amati perubahan yang terjadi, tambahkan NH4OH 2 N
lalu HCl 6 N bila perlu dan amati perubahannya
3.
Analisa Zat Pemanis Pada Bahan Makanan
A. Tujuan
:
·
Siswa dapat mengidentifikasi zat pemanis pada makanan
·
Siswa dapat menentukan jenis zat pemanis pada makanan
B. Prinsip
:
·
Siklamat
Siklamat dengan NO2 membentuk senyawa berwarna
kuning. Sampel yang mengandung siklamat akan menghasilkan hasil yang sama
dengan standar
C. Alat dan Bahan
:
1. Alat
:
·
Gelas kimia 100 ml
·
Batang pengaduk
·
Corong
·
Ring corong
2. Bahan
:
·
Sampel yang mengandung zat pemanis
·
NaOH 10%
·
NaNO2
·
BaCl2 5%
·
HCl 6 N
·
Aquadest
D. Cara Kerja
:
1. Siklamat
·
Basakan sampel dengan 1 mL larutan NaOH 10%
·
Aduk sampel dan biarkan selama 5 menit
·
Saring sampel, lalu tambahkan 2 mL larutan BaCl2
5%, 10 mL HCl 6N dan 0,2 gr NaNO2
·
Amati perubahan yang terjadi
4. Analisa
Zat Penyedap Pada Makanan
A. Tujuan
:
·
Siswa dapat menentukan zat penyedap MSG secara kualitatif
B. Alat dan Bahan
:
1. Alat
:
·
Batang pengaduk
·
Botol semprot
·
Botol timbang
·
Filler
·
Lumpang + alu
·
Pipet seukuran
·
Neraca teknis
·
Tabung reaksi
2. Bahan :
·
Aquadest
·
HCl 1N
C. Keselamatan
Kerja :
·
Gunakan APD pada saat bekerja di laboratorium
·
Kerjakan sesuai dengan prosedur
D. Prosedur
Kerja
:
Uji kulitatif MSG
Kedalam 10 ml larutan MSG (1 : 10)
tambahkan 5,6 mL HCl 1 N. Saat didiamkan terbentuk endapan kristal putih Asam
glutamate. Bila kedalam larutan keruh tersebut ditambah HCl 1 N Asam glutamate
larut dalam pengocokan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar